Berbicara soal cinta, pasti sangat erat kaitannya dengan dua insan turunan Adam dan Hawa yang tengah dihantam oleh perasaan yang menggelora. Tidak heran, para pujangga cinta terjebak dalam kungkungan panah asmara. Sebagian menganggapnya sebagai cinta sejati!. Sebuah Cinta untuk pertama dan terakhir kalinya, hingga sosoknya seolah tak bisa tergantikan oleh siapapun dan sampai kapanpun (katanya). Wewwww, sangat ironis bukan?
Atas nama cinta, tak sedikit para pujangga cinta rela mengorbankan dirinya untuk sang pujaan hati, bahkan sampai yang dilarang agama pun rela dilakukan. Tidak hanya itu, lebih tragis lagi adalah ketika yang dicinta telah pergi, ia bahkan rela bila harus mengakhiri hidup demi sang kekasih.
Yups!, inilah fakta dari salah kaprahnya sebagian kaum Adam dan Hawa dalam memaknai cinta. Istilah ‘Pacaran’ diartikan sebagai proses peleburan dan pembuktian dari makna cinta. Tentu saja, sebelum menapak ke taraf ‘jadian’ (pacaran) diawali dengan sebuah jalan pendekatan. Mulanya mungkin hanya sekedar menebar pesona lewat telepon, sms, chatting, facebook, twitter dan jalur-jalur lain sebagainya. Rupanya, pepatah Jawa “witing tresno jalaran soko kulino” dijadikan kambing hitam untuk menjadikan dua insan turunan Adam dan Hawa itu semakin dihinggapi “virus merah jambu”.
Singkat cerita, cinta itupun diungkapkan dan dibalas suka cita oleh yang bersangkutan. Mereka pun telah ‘jadian’. Berhentikah kemudian? Rasanya, ada yang kurang jika sebuah ungkapan perasaan itu hanya dilabuhkan pada taraf ‘jadian’ saja. Perlu dicatat, syaitan super lihai menghasut manusia. Sudah sejak kali pertama perasaan cinta itu datang, syaitan sudah membelenggu manusia dalam tipu dayanya. Tentu saja, setelah ‘jadian’, syaitan akan kian membisiki manusia untuk melakukan yang lebih menggoda dari itu.
Dan first date pun dijadwalkan di malam Minggu. Dipilihlah tempat sepi di sebuah taman di pinggiran kota. Berhentikah sampai di sini? Jelas, tidak hanya berhenti sampai di sini saja. Duduk berdekatan, tangan pun mulai beraksi. Digenggam erat tangan halus si pujaan hati.
Perlu diketahui, ini hanya untuk kencan pertama, belum kencan kedua, ketiga atau bahkan kesekian kalinya. Bisa dipastikan, syaitan tidak akan mungkin membiarkan mereka melakukan itu-itu saja, melainkan lebih dan lebih….. Inikah makna cinta itu bagi mereka, para pujangga cinta?
Bagaimana Islam Memandangnya?
Mencintai seseorang yang berbeda jenis itulah seyogyanya manusia. Sudah sewajarnya manusia yang berbeda jenis tertarik satu dengan yang lain.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita…” (QS Ali Imran 14)
Dalam QS An-Najm 45 Allah juga menjelaskan,
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأنْثَى
“Dan bahwasanya Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.”
Sebaliknya, Allah justru melarang manusia yang tidak merasakan cinta pada seseorang yang lawan jenis dan mengalihkan perasaan cinta itu pada kaum sejenis. Bahkan, dalam QS An-Naml 55 Allah menanyai mereka yang mencintai sejenis,
أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ
“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu).”
Dan Allah pun melaknat mereka sebagaimana dijelaskan pada ayat 58,
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطَرُ الْمُنْذَرِينَ
“Dan Kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu.”
Lalu, apa salahnya bila insan dunia mencintai seseorang yang dicintainya? Umumnya, perasaan cinta ditorehkan dalam sebuah ikatan hubungan yang bertentangan dengan syariat Islam. Menjalin hubungan dalam hal ini pacaran, sebagai tahap penjajagan hubungan sebelum menapak ke gerbang pernikahan.
Jelaslah, pacaran dalam Islam tidak dituntunkan. Dalam Al-Qur’an saja Allah memerintahkan kepada laki-laki dan wanita yang beriman untuk menundukkan pandangannya (lihat QS An-Nuur 30-31). Rasulullah Saw bersabda,
عَنْ اَبِى اُمَامَةَ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ ص قَالَ: اِيَّاكُمْ وَ اْلخَلْوَةَ بِالنّسَاءِ وَ الَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ، مَا خَلاَ رَجُلٌ وَ امْرَأَةٌ اِلاَّ دَخَلَ الشَّيْطَانُ بَيْنَهُمَا، وَ لَيَزْحَمُ رَجُلٌ خِنْزِيْرًا مُتَلَطّخًا بِطِيْنٍ اَوْ حَمْأَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَزْحَمَ مَنْكِبُهُ مَنْكِبَ امْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ. الطبرانى فى الكبير
Dari Abu Umamah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Jauhkanlah kalian dari bersepi-sepi dengan wanita. Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita, melainkan syaithan masuk diantara mereka. Dan sungguh, seorang laki-laki bersentuhan dengan seekor babi yang berlumuran dengan lumpur adalah lebih baik daripada ia bersentuhan bahu dengan bahu wanita yang tidak halal baginya“. [HR. Thabrani dalam Al-Kabir juz 8, hal. 205, no. 7830, dla'if karena dalam sanadnya ada perawi 'Ali bin Yazid, dan 'Ubaidillah bin Zahr]
Lalu, bagaimana bisa menggenggam tangan si pujaan hati sedang Rasulullah Saw bersabda,
لاَنْ يُطْعَنَ فِى رَأْسِ اَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ. الطبرانى
Ditikam seorang daripada kamu di kepalanya dengan jarum dari besi itu, adalah lebih baik daripada ia menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya. [HSR. Thabrani]
Pacaran, meski belum sampai melakukan zina, adalah merupakan bentuk hubungan yang tidak halal yang bisa mendekatkan pada zina. Sedang Allah melarang para hamba-Nya mendekati zina.
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Israa’ 32)
Mendekati zina saja sudah dilarang, apalagi sampai melakukan zina. Nau’udzubillah min dzalik. Lalu, apa yang harus kita lakukan sebagai seorang muslim dan muslimah dalam hal memaknai cinta?
Memilihnya karena Mencintai-Nya
Tentu saja, Islam sangat menjaga bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim bersikap, termasuk kaitannya dalam hal bagaimana memaknai sebuah ketertarikan dengan lawan jenis. Yang jelas, tidak boleh semena-mena mengungkapkan perasaan ketertarikan itu di luar koridor Islam. Agar orang tak lagi salah kaprah memaknai cinta, penulis hendak membagikan sebuah pemikiran yang Insya Allah akan menyelamatkan kita dari ancaman pergaulan yang menyesatkan, yakni soal bagaimana mengungkapkan perasaan cinta melalui jalan yang dihalalkan oleh-Nya.
Sebelumnya, coba pahami kalimat berikut ini, “Saya memilihnya karena saya mencintai-Nya.” Kata ‘memilih’ dimaksudkan untuk menghindarkan kita dari jebakan salah kaprahnya memaknai cinta, karena sejatinya cinta hanyalah untuk-Nya semata. Kata ini juga dimaksudkan untuk tidak melulu beralasan lantaran ada rasa cinta atau tidak cinta kepada seseorang ketika hendak membina mahligai rumah tangga. Dan dia kita pilih karena kita mencintai-Nya. Karena mencintai-Nya lah kita akan memilih pasangan hidup yang akan mendekatkan kita pada-Nya, bukan malah menjauhkan kita dari-Nya.
Tentu saja, kalimat tersebut diungkapkan dalam suatu wadah yang dibenarkan Islam. Pengungkapannya pun tidak langsung diungkapkan kepada yang bersangkutan, namun harus ada seorang perantara.
Dan ketika kita sudah berada dalam koridor yang dihalalkan, saat itu barulah kita bisa mengungkapkannya langsung kepadanya dalam sebuah kalimat berikut ini, “Saya mencintaimu karena Allah.” Kata ‘cinta’ disini hanya sebatas rasa kasih sayang yang tidak melebihi kadar kecintaan kita kepada-Nya dan ini diungkapkan semata-mata hanya mengharap ridha dari-Nya.
Nah, bukankah pengungkapan cinta yang demikian, itulah cinta yang indah? Cinta diungkapkan melalui jalan yang dihalalkan oleh-Nya, yakni pernikahan. Dan itu kita lakukan tak lain karena kita mencintai-Nya, cinta sebenar-benar cinta.
Lain halnya ketika kita semena-mena mengungkapkan cinta melalui jalan syaitan. Cinta yang awalnya biasa menjadi tidak biasa lagi. Tidak biasa, karena cinta yang dirasa ternyata telah dibumbui oleh nafsu. Begitu dalamnya cinta memasuki relung hati, membuat para pujangga cinta ini kian tak terkendali. Dan mereka pun mendewakan cinta, meninggalkan Sang Pemilik Cinta Yang Hakiki. Pesona syaitan menghipnotis pandangannya hingga mereka berbangga diri lantaran cinta yang dirasa adalah cinta sejati. Ck ck ck…
Sekarang tinggal pilih yang mana, mengungkapkannya dengan jalan yang dihalalkan Allah atau syaitan? Jika mengikuti Allah, maka Insya Allah akan selamat. Namun jika jalan syaitan yang kita ikuti, maka neraka menjadi hunian abadi bagi kita kelak. Naudzubillah…
Pertanyaannya sekarang, bagaimana jika seseorang belum siap melewati gerbang pengungkapan cinta yang dihalalkan ini? Maka jadilah orang yang ‘cerdik’.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رض قَالَ: اَتَيْتُ النَّبِيَّ ص عَاشِرَ عَشْرَةٍ فَقَامَ رَجُلٌ مِنَ اْلاَنْصَارِ فَقَالَ: يَا نَبِيَّ اللهِ، مَنْ اَكْيَسُ النَّاسِ وَ اَحْزَمُ النَّاسِ؟ قَالَ: اَكْثَرُهُمْ ذِكْرًا لِلْمَوْتِ، وَ اَكْثَرُهُمْ اِسْتِعْدَادًا لِلْمَوْتِ، اُولئِكَ اْلاَكْيَاسُ ذَهَبُوْا بِشَرَفِ الدُّنْيَا وَ كَرَامَةِ اْلآخِرَةِ. ابن ابى الدنيا فى كتاب الموت و التطبرانى فى الصغير باسناد حسن، و البيهقى فى الزهد، و لفظه: اَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ ص: أَيُّ اْلمُؤْمِنِيْنَ اَفْضَلُ؟ قَالَ: اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا. قَالَ: فَاَيُّ اْلمُؤْمِنِيْن اَكْيَسُ؟ قَالَ: اَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَ اَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اِسْتِعْدَادًا، اُولئِكَ اْلاَكْيَاسُ.
Dari Ibnu ‘Umar RA ia berkata : Saya datang kepada Nabi SAW, kami serombongan sebanyak sepuluh orang. Kemudian ada seorang laki-laki Anshar bertanya, “Wahai Nabiyallah, siapa orang yang paling cerdik dan paling teguh diantara manusia ?”. Nabi SAW bersabda, “Orang yang paling banyak mengingat mati diantara mereka dan orang yang paling banyak mempersiapkan bekal untuk mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdik, mereka pergi dengan membawa kemulyaan dunia dan kemulyaan akhirat”. [HR. Ibnu Abid-Dunya di dalam kitabul-Maut. Thabrani di dalam Ash-Shaghir dengan sanad hasan. Dan Baihaqi juga meriwayatkan di dalam kitabuz-Zuhud, dengan lafadh] : Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, “Siapa diantara orang-orang mukmin itu yang lebih utama ?”. Nabi SAW menjawab, “Orang yang paling baik akhlaqnya diantara mereka”. Orang tersebut bertanya lagi, “Siapakah diantara orang-orang mukmin yang paling cerdik ?”. Nabi SAW menjawab, “Orang yang paling banyak ingat mati diantara mereka, dan orang yang paling baik persiapannya untuk kehidupan selanjutnya. Mereka itulah orang-orang yang cerdik”.
Bagaimanapun menjaga dari sesuatu yang akan menyebabkan kita terjungkal ke neraka adalah hal yang harus kita lakukan. Jangan sampai gelora cinta menduakan Dia dengan si dia. Dia-lah tujuan kita hidup di dunia ini. Dia tidak akan pernah pergi meninggalkan kita sampai kapanpun. Sedang dia, apa dia akan selalu ada dalam kehidupan kita? (frizz)
Dikutip dari:http://mta-online.com/v2/2010/02/08/salah-kaprahnya-kaum-adam-dan-hawa-memaknai-cinta/
Selengkapnya...
Senin, 10 Januari 2011
Salah Kaprah Kaum Adam & Hawa Memaknai Cinta
Keringanan Memakai Wangi-Wangian Yang Tidak Tercium Baunya Oleh Selain Muhrim
Wanita muslimah hendaknya mengetahui bahwa minyak wangi (parfum) merupakan salah satu perhiasan baik bagi laki-laki maupun bagi wanita, yang secara mutlak diperbolehkan bagi orang laki-laki dan pada waktu-waktu tertentu disunnahkan.
Sedangkan bagi wanita diberikan keringanan untuk memakainya. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila salah seorang di antara kalian menyaksikan waktu Isya' -dalam sebuah riwayat disebutkan : masjid- maka hendaklah dia memakai wangi-wangian pada malam itu”. [Hadits Riwayat Muslim]
Juga sabdanya.
“Artinya : Setiap wanita mana saja yang terkena bau wangi, maka hendaklah dia tidak mengerjakan shalat Isya' bersama kami”. [Hadits Riwayat Muslim]
“Artinya : Setiap wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka mencium bau wanginya itu, berarti dia telah berzina”. [Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/414) Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (4173). Imam Tirmidzi (2786). Imam Nasa'i (VIII/153) melalui Ghanim bin Qais dari Abu Musa Al-Asy'ari]
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam,“maka hendaklah dia tidak memakai wangi-wangian pada malam itu” secara jelas membolehkan wanita memakai wangi-wangian di dalam rumah mereka selama baunya tidak tercium oleh laki-laki yang bukan muhrim.
Dari Abu Sa'id Al-Khudry Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Mandi pada hari jum'at wajib bagi setiap orang yang bermimpi, juga bersiwak, dan memakai minyak wangi secukupnya”.
Dari Zainab bin Abi Salamah Radhiyallahu 'anha, dia menceritakan tentang hadits tiga orang ini. Zainab binti Abi Salamah berkata. Aku pernah mendatangi Ummu Habibah, isteri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, pada saat ayahnya, Abu Sufyan bin Harb meninggal dunia, lalu dia meminta diambilkan minyak wangi yang berwarna kuning, lalu seorang hamba sahaya wanita memakaikan dan mengusapkan ke jambangnya, kemudian berkata :
“Demi Allah, sebenarnya aku tidak membutuhkan minyak wangi, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, selama empat bulan sepuluh hari”.
Selanjutnya Zainab berkata. “Kemudian aku masuk menemui Zainab binti Jahsy pada saat saudaranya meninggal. lalu dia mengambil minyak wangi dan memakainya, kemudian berkata : “Demi Allah, sebenarnya aku tidak membutuhkan minyak wangi, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, selama empat bulan sepuluh hari”.
Lebih lanjut Zainab menceritakan : Dan aku juga pernah mendengar Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha berkata. “Ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seraya bertutur. “Wahai Rasulullah, putriku telah ditinggal mati suaminya dan ketika dia sakit mata, apakah boleh aku mencelakinya ?. “Tidak”, jawab Rasulullah. Ketika pertanyaan itu diulang sampai dua tiga kali tetap dijawab tidak, oleh beliau. Kemudian beliau bersabda. “Sesungguhnya hanya empat bulan sepuluh hari padahal dulu di masa jahiliyah membuang kotoran unta (yakni membuang sial) hanya sesudah satu tahun”.
Hummaid berkata,“Maka aku bertanya kepada Zainab bagaimana membuang kotoran unta sesudah satu tahun itu ?. Zainab menjawab. “Seorang wanita apabila ditinggal mati suaminya lalu ke sepen (gubug kecil di belakang rumah) dan memakai baju yang paling buruk dan tidak boleh mengenakan wangi-wangian selama satu tahun, dan sesudah satu tahun dibawakan kepadanya keledai atau kambing atau burung. Kemudian dia bersihkan badannya dari semua kotoran dengan menggunakan binatang tersebut dan jarang sekali binatang yang digunakan untuk membersihkan badannya itu dapat hidup, yakni segera mati. Selanjutnya dia keluar dari sepen tersebut lalu diberikan kotoran unta untuk dilemparkannya, lalu kembali seperti biasa mengenakan wangi-wangian dan lain sebagainya”.
Malik ditanya : “Bagaimana cara membersihkan hal itu ?. Dia menjawab. “Mengusap-usapkan badannya ke binatang itu”. [Hadits Riwayat Muttafaqun 'alaihi].
Semua hadits di atas secara jelas membolehkan wanita memakai wangi-wangian, tidak mutlak. Karena seperti yang telah kami uraikan sebelumnya bahwa minyak wangi merupakan salah satu perhiasan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kaum wanita untuk tidak memperlihatkan perhiasan mereka kepada laki-laki yang bukan muhrimnya, dimana Dia berfirman.
“Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami, ayah mereka, ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan jangan mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung”. [An-Nuur : 31]
Tidak diragukan lagi bahwa minyak wangi merupakan salah satu macam dari perhiasan yang tidak diperbolehkan untuk diperlihatkan kepada orang-orang yang bukan muhrimnya, sebagaimana telah ada larangan bagi wanita pergi ke masjid dengan memakai minyak wangi. Dan ancaman bagi wanita yang keluar rumah dengan memakai minyak wangi supaya orang laki-laki mencium baunya sungguh sangat berat. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu 'anhu, dia menceritakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Setiap wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka mencium bau wanginya itu, berarti dia telah berzina”. [Hadits ini Shahih. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/414). Juga diriwayatkan Abu Daud (4173). Imam Tirmidzi (2786). Imam Nasa'i (VIII/153) melalui Ghanim bin Qais, dari Abu Musa Al-Asy'ari]
Oleh karena itu wanita Muslimah diberikan untuk memakai wangi-wangian di dalam rumah dengan syarat tidak tercium oleh orang-orang yang bukan muhrimnya, karena wangi-wangian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dalam diri mereka, selain karena wangi-wangi itu juga termasuk perhiasan yang apabila diperlihatkan akan mamancingkan timbulnya perzinaan.
Hal ini terlihat pada apa yang dikandung dalam hadits berikut ini.
“Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, sesungguhnya dia tidak pernah menolak minyak wangi. Dan dia merasa yakin bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak menolak minyak wangi”. [Hadits Riwayat Bukhari]
Apabila seorang wanita hendak pergi ke masjid atau untuk beberapa keperluan, maka hendaklah dia tidak memakai minyak wangi. Dan apabila telah terlanjur mamakainya di rumah sedang dia harus pergi ke suatu tempat maka dia harus membersihkan diri sehingga bau minyak wangi itu tidak tercium”. [Telah disebutkan dalam sebuah hadits dha'if dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda: “Apabila seorang wanita akan pergi ke masjid maka hendaklah dia mandi membersihkan diri dari minyak wangi seperti dia mandi janabah”. Diriwayatkan oleh Imam Nasa'i (VIII/153) melalui Shafwan bin Salim, dari seorang yang dapat dipercaya, dari Abu Hurairah. Mengenai hal ini penulis . 'Perawi hadist ini dari Abu Hurairah mubham (tidak jelas), meskipun didukung oleh Shaewan bin Salim. Dan juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bukunya Al-Musnad (11/297, 444,461) melalui Ashim bin Ubaidillah, dari Ubaid Maula, dari Abu Hurairah. Ashim bin Ubaidillah adalah orang yang dha'if. Dan seperti yang kami sebutkan, dia tidak dapat dijadikan pegangan dalam hadits ini. Seperti yang diketahui, kebanyakan minyak wangi akan hilang dengan siraman air, dan itu tidak lain kecuali dengan mandi].
Disalin dari buku 30 Keringanan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun'in, terbitan Pustaka Azzam - Jakarta.
Source: http://arrahmah.com/index.php/blog/read/560/keringanan-memakai-wangi-wangian-yang-tidak-tercium-baunya-oleh-selain-muhr#ixzz1AMwq1nHk
Selengkapnya...